August 23, 2010

Bersyukur tiada henti, bersyukur terus menerus.

Posted in Uncategorized at 11:10 pm by Mrs. Ghifary

Assalaamu’alaikum wr.wb.

Mari kita rehat sejenak dari kajian2.. 😀 Eh ga deng, sesungguhnya masih mengkaji apa yang terjadi dalam hidup ini, tapi bukan berasal dari kajian dzhuhur saya selama ini, hehe.

Di post sebelumnya saya bercerita bahwa saya ikut pelatihan shalat khusyu. Yang ingin saya ceritakan di sini adalah kejadian di dalam pelatihan tersebut. Dalam pelatihan di mana para pesertanya bukan hanya berasal dari kantor saya sebagai panitia pelaksana pelatihan, saya berkenalan dengan dua orang muslimah berjilbab rapi, sebut saja namanya Putri dan Ayu *aduh maap yg kepikiran mendadak cuma ini :D, sungguh tidak kreatif saya ini (doh)*. Mba Putri seorang yang ramah dan suka berbicara banyak hal. Sedangkan Mba Ayu lebih banyak diam dan tersenyum manis.

Di antara banyak cerita yang disampaikan kepada saya, mba Putri pun sedikit menceritakan tentang mba Ayu, sesuatu yang cukup mengagetkan saya. Ternyata mba Ayu ini, sehari2nya ketika bekerja tidak menggunakan jilbab seperti halnya pakaian muslimah yang ketika itu ia pakai, dan sehari2 ia pakai di luar jam kerja. Spontan saya terkejut dan bertanya. Mba Putri pun menjelaskan, bahwa dalam manajemen tempat mba Ayu bekerja, tidak diperbolehkan menggunaan pakaian muslimah dan jilbab. Pegawainya harus memakai seragam yang sudah ditentukan, rok selutut serta kemeja dan blazer, rambut rapi agak pendek. Astaghfirullaah.

Sedih saya mendengarnya. Ingin rasa hati berujar, “mba, pindah aja dari tempat kerja mba”. Tapi saya rasa agak kurang sopan buat saya memberi saran sekenanya. Saya yang baru saja kenal dengannya, dan terlebih saya tahu cari kerja itu tidak mudah. Tapi bagaimanapun juga, menurut saya pribadi beliau sebaiknya pindah. Pertama, kita aja diminta untuk tidak mengikuti orang tua yang mengajak ke arah jalan yg jauh dari Allah, apalagi kalau `hanya` sekedar perusahaan tempat kita bekerja, bukan? Kedua, percayalah rejeki datangnya dari Allah. Ga usah takut ga punya rejeki kalau berhenti bekerja. Selama kita masih berusaha dan percaya kepadaNya, insya Allah rejeki akan didatangkan olehNya. Semoga mba Ayu tetap tabah dan bisa segera keluar dari masalah ini.

Mendengar cerita mba Ayu, saya hanya bisa bersyukur dalam hati atas nikmat yang Allah berikan. Karena nikmat dan karuniaNya lah, saya masih bisa mempertahankan identitas muslimah saya sampai detik ini. Walau saya tahu, tubuh yang Allah titipkan pada saya ini belum terhijab secara sempurna.  Namun tak henti harus hati ini bersyukur atas segala sesuatu, termasuk hal kecil yang mungkin selama ini tak pernah terlintas dalam pikiran, bersyukur atas ijinNya untuk saya menggunakan jilbab di setiap waktu. Kesempatan yang ternyata tidak dimiliki semua orang, bahkan bukan karena orang tersebut tidak mau, namun karena kondisi yang menghalanginya. Bersyukur Syva, bersyukur tiada henti, bersyukur terus menerus. Maha Suci Allah, segala puji bagi Allah Tuhan semesta alam. 🙂

Wassalaamu’alaikum wr.wb.

Pelatihan Shalat Khusyu Part II

Posted in Uncategorized at 10:29 pm by Mrs. Ghifary

Assalaamu’alaikum wr.wb.

Ini adalah bagian kedua, bagian pertamanya bisa dilihat di sini. Mari kita lanjutkan ke bagian berikutnya. Berhubungan dengan jurus ke2, akan saya ceritakan alasan ketidakkhusyuan shalat kita selama ini, yang telah saya janjikan di post sebelumnya. Menurut sang ustadz, selama ini shalat kita tidak khusyu, kering, karena kita melakukan shalat tanpa hati. Ya, bukan karena ga tau arti bacaan. Karena jika hanya sebatas mengerti arti, maka semua orang Arab harusnya shalatnya khusyu, walaupun pada kenyataannya tidak.

Hati adalah raja tubuh kita. Sedangkan mulut hanya sebatas ekspresi. Ketika raja tidur, maka prajurit akan bermain. Namun ketika raja berkuasa, maka prajurit tidak akan melakukan hal lain selain yang diperintahkan raja. Jika hati adalah raja, maka seluruh tubuh dan gerakannya adalah ungkapan sang raja. Maka ketika hati ini benar2 memujaNya, gerakan tubuh kita tak lain adalah cerminan puja-puji kepadaNya. Subhanallaah.

Nah kemudian apakah jurus ke2 itu? Ternyata jurus ke2 adalah, dalam shalat, hati haruslah ikut aktif berbicara. Ketika mulut membaca, maka hati pun berkomunikasi kepada Allah dengan bahasa hati. Hal ini membutuhkan waktu, tegas Ustadz. Oleh karena itu harus terus menerus dilatih. Seperti apakah hati yang aktif berbicara itu? Saya ceritakan pada contoh2 berikut:

  1. Mulut mengucap Allaahu Akbar, sementara hati berkomunikasi padaNya:

“Ya Allah, hanya Engkaulah yang Maha Besar”

  1. Mulut mengucap Bismillaahirrahmaanirraahiim, sementara hati berkomunikasi padaNya:

“Dengan menyebut namaMu Ya Allah, Engkau Maha Pengasih, Engkau Maha Penyayang”

Ketika hati telah ikut aktif berbicara, maka rasa merinding, kenikmatan, kekhusyuan itu akan datang dengan sendirinya, diberikan olehNya. Jadi bukan karena konsentrasi maka khusyu, tetapi karena khusyu maka konsentrasi.

Jurus ke3 adalah hati kita curhat. Apa itu? Jadi jelas beliau, hati kita bisa improvisasi selama masih sejalan dengan ucapan. Maksudnya? Kita bisa membawa apa2 yang ingin kita adukan atau curahkan kepada Allah ke dalam shalat selama masih sesuai dengan bacaan shalat. Misal dalam duduk di antara dua sujud ketika kita menyebut wa’aafinii, hati kita curhat mengenai kesehatan kita, dan permohonan kita akan kesembuhan. Kita pun boleh memperbanyak bacaan, misal subhana rabbial a’la bisa diucapkan 3kali, 10 kali, atau sebanyak yang kita rasa cukup, sesuai dengan kondisi kita saat itu.

Kita juga boleh memperbanyak doa pada waktu sujud terakhir dan sebelum salam pada tahiyat akhir. Jika kita hafal doa yang berasal dari quran atau hadits, boleh kita baca dan ucapkan dengan mulut dalam waktu2 tersebut, tentunya sambil hati kita berbicara mengenai maknanya. Namun  jika kita tidak hafal doa quran atau hadits, maka kita boleh memohonkan apa saja dalam waktu2 tersebut dengan bahasa sendiri namun hanya di dalam hati sementara mulut kita tetap diam.

Layaknya seseorang yang ingin mengajukan proposal, istilahnya dia akan mengajak ngobrol orang yang akan diberi proposal dengan sebaik2nya, sebelum pada akhirnya dia akan berkata, “pak, sebenernya saya ingin mengajukan ini loohh..”. Begitulah analogi untuk doa di akhir sujud dan tahiyat akhir. Itulah saat2 kita menceritakan kebutuhan kita, proposal kita, tapi tentunya dengan pendahuluan yang baik, tak lain dan tak bukan adalah shalat khusyu. 🙂

3jurus telah diceritakan kembali di atas. Berikutnya akan saya tambahkan hal2 terkait shalat khusyu yang juga dibahas selama pelatihan. Menurut sang ustadz, shalat itu harus ada efeknya, yakni bentuk pengamalan apa2 yang di dalam shalat, pujian terhadapNya, juga janji yang telah ditanamkan dalam diri. Karena sesungguhnya shalat akan mencegah kita dari perbuatan keji dan mungkar. Shalat juga adalah istirahat jiwa. Shalat khusyu membiarkan jiwa kita untuk rehat sejenak dari dunia. Shalat khusyu menurut ustadz, mudah bagi orang yang memang ingin bersyukur dan benar2 butuh kepada Allah dengan shalatnya. Cepat atau lambatnya shalat khusyu bisa distel, tergantung kondisi saat itu. Kalau imam terlalu cepat, kita boleh saja hanya mengucap tasbih sujud hanya sekali, namun khusyu. Kekhusyuan tidak bergantung dengan kondisi luar. Gangguan luar tidak seharusnya mengurangi kekhusyuan, karena khusyu itu masalah hati, bukan panca indera lainnya. Pada awal belajar shalat khusyu, dibolehkan menutup mata. Namun jangan terus menerus, karena dikhawatirkan menutup mata bisa mempengaruhi kita untuk membayangkan wujud Allah. Kita diperbolehkan menangis saat shalat namun dengan adab menangis sebagai berikut:

  1. Tidak boleh histeris
  2. Jika mulai histeris, bacaan dihentikan dulu
  3. Menangis tidak boleh lebih dari satu huruf. Jika nangisnya mode huuuu maka huuu aja terus, jangan ganti jadi haaaa, dalam satu gerakan. Kalo udah beda gerakan, ga masalah. Kenapa ga boleh ganti huruf? Karena dalam bahasa arab bisa dianggap satu kata sendiri jika udah berubah2 mode bunyi nangisnya.

Terakhir, terkait dengan shalat berjamaah. Ketika saya bertanya, apa yang seharusnya dibicarakan hati ketika Imam mengumandangkan surat yang tidak kita ketahui maknanya? Ustadz pun menjawab:

  1. Tetap dengarkan
  2. Mulut diam, hati silahkan saja berdoa, tasbih, tidak boleh kosong

Yang menarik adalah, beliau berkata bahwa, sebetulnya dalam shalat berjamaah yang paling penting adalah kekhusyuan imam. Imam harus khusyu karena dialah jubir kita di hadapan Allah. Ketika mengucap doa dalam shalatnya pun, Imam harus memanjatkan doa banyakan, karena istilahnya kita sebagai makmum cuma nebeng doa. Begitulah, kekhusyuan makmum istilahnya ditanggung sama Imam. Kalimat ini yang sukses bikin saya stress keringet dingin deg2an ketika sabtu lalu untuk pertama kali setelah melakukan pelatihan ini, terpaksa menjadi imam untuk keempat teman perempuan saya. Saya stress, karena sudah sadar bahwa akan menanggung kekhusyuan teman2 saya. Huhu.. >.< Tapi ada positifnya juga jadi imam, jadi secara ga langsung berusaha untuk khusyu dan konsisten. 🙂

Ffiuuuhh.. Panjang ya.. Agak berat juga sebetulnya nulisnya, mengingat sekali lagi shalat saya juga belum khusyu. >.< Tapi saya lega udah nyeritain semua di sini. Karena seperti kalimat yang tertera di buku saku shalat khusyu sang ustadz, ajarkanlah kepada orang lain tentang shalat khusyu ini. 🙂  Semoga bermanfaat, sekali lagi yang benar adalah dari Allah, kesalahan berasal dari saya pribadi. Terima kasih.

Wassalaamu’alaikum wr.wb.

Pelatihan Shalat Khusyu Part I

Posted in Uncategorized at 10:27 pm by Mrs. Ghifary

Bukan kajian dzhuhur, hari ke-7 Ramadhan 1431 H

Assalaamu’alaikum wr. wb.

Ada yang bingung kok ada kata2 `bukan kajian dzhuhur`? 😀 hehe, karena memang bahasan kali ini bukan berasal dari kajian dzhuhur. Hari ke-7 Ramadhan kali ini kebetulan bertepatan dengan dirgahayu RI, yang merupakan hari libur. Jadi tidak ada kajian dzhuhur di hari itu, namun alhamdulillaah kantor saya tetap mengadakan acara keIslaman, yaitu pelatihan sehari shalat khusyu. Subhanallaah.

Tepatnya tiga tahun yang lalu, saya mengenal Abu Sangkan dan acara Ramadhan beliau di salah satu tv swasta yang mengangkat tema shalat khusyu. Sejak itu sudah dua kali Ramadhan saya melewati salah satu masjid di Bandung dengan kecewa. Mengapa? Karena dua kali lewat, selalu melihat spanduk “Pelatihan Shalat Khusyu Abu Sangkan” di masjid tersebut, tapi sudah lewat tanggalnya. Ketinggalan. Dua kali Ramadhan dan dua kali pelatihan terlewatkan. Huks. Tapi ternyata Ramadhan kali ini Allah mengijinkan saya ikut pelatihan shalat khusyu tersebut, walau ga di Bandung, dan dengan pengajar yang berbeda, yakni Ustadz Sambo. Insya Allah tujuannya sama. J

Sebelumnya, saya hanya ingin member itahu dua hal. Pertama, walaupun saya udah ikut pelatihan dan menulis ini semua, catatan yang saya bawa dari pelatihan, bukan berarti shalat saya sudah khusyu, kawan. Tidak, Masih jauh dari sempurna. L Alhamdulillaah ada sedikiiiiit perbaikan memang, insya Allah akan terus dikembangkan, tapi tetaplah masih jauh dari kata sempurna. Doakan saja semoga kualitasnya terus membaik dan konsisten tentunya. Mari kita sama2 belajar. J Kedua, mungkin agak sulit jika hanya membaca tulisan ini, karena memang hanya ringkasan dari pelatihan sehari. Jauh lebih baik jika Anda mengikuti  pelatihannya. Ikut pelatihannya pun ga jamin langsung khusyu dan konsisten, apalagi cuma baca post ini saja. Namun insya Allah tidak ada salahnya sebagai prolog lah, hehe. Semoga Anda diberi kesempatan untuk dapat mengikuti pelatihan juga suatu hari nanti. J

Oke kita mulai. Pelatihan diawali dengan pertanyaan simple, “Kenapa sih kita susah shalat khusyu?” Jawaban beragam pun muncul. Karena kurang konsentrasi, karena kelamaan/kecepetan, karena ga tau arti bacaan, dan lain lain. Menurut ustadz, bukan karena itu semua kita susah shalat khusyu. Alasan utamanya akan terungkap kemudian, tunggu saja. 😉

Menurut beliau, untuk dapat shalat khusyu, pertama2 kita harus mengubah paradigma yang selama ini diyakini. Umumnya, kita menganggap shalat adalah sebatas menggugurkan kewajiban. Asal udah shalat, assalaamu’alaikum kanan kiri, yaudah, selesai. Layaknya *maaf* orang buang air, kalo udah keluar yaudah lega. Ga pernah dipikir bagus apa nggak, ga pernah diinget2. Padahal ga seharusnya seperti itu. Kemudian selama ini shalat bagi kita hanya membaca, mengucap, dan asal bergerak cukup. Lantas shalat itu sebenarnya apa? Ujar beliau lagi, shalat itu pada dasarnya adalah berkomunikasi, bukan membaca. Sedangkan gerakan yang kita lakukan adalah ungkapan penghormatan kita kepada Allah. Jadi paradigma shalat sekedar membaca dan bergerak haruslah diubah menjadi:

  1. Dalam shalat kita berjumpa dengan Allah
  2. Dalam shalat kita berkomunikasi dengan Allah
  3. Dalam shalat kita curhat dengan Allah
  4. Dalam shalat kita bergerak sebagai ungkapan penghormatan kepada Allah

Bagaimana cara mengubah paradigma sebelumnya? Terlebih dahulu kita harus mengganti pemikiran bahwa shalat bukan sekedar menggugurkan kewajiban, tetapi shalat adalah sebagai sarana kita bersyukur dan sebagai ungkapan butuh kita kepada Allah. Ketika kita dipanggil olehNya dengan indah adzanNya, ketika itulah waktu kita berkomunikasi mengungkapkan rasa syukur dan butuh kita kepadaNya. Ya, syukur dan butuh, inti dari semua amal ibadah kita di dunia ini.

Menurut beliau ada 3jurus untuk shalat khusyu. Pertama adalah memahami paradigma yang telah dijabarkan di atas. Yaitu dengan cara, sebelum kita mulai shalat, bahkan sebelum berniat, kita berbicara dan mengungkapkan dalam dan sepenuh hati bahwa, “Ya Allah, hamba ingin bersyukur dan mengungkapkan rasa bu tuh hamba, dengan shalat hamba ini. Ya Allah, jadikanlah shalat hamba, sebagai ungkapan rasa syukur dan butuh hamba kepada-Mu”. Indah bukan? J

Sebetulnya inti shalat itu apa sih? Ternyata hanya ada tiga intinya: memuji dengan tulus, memohon dengan sungguh-sungguh plus curhat, dan berjanji dengan komitmen. Mari kita bahas satu per satu.

Memuji dengan tulus. Allaahu Akbar. Bismillaahirrahmaanirraahiim. Alhamdulillaahirabbil’aalamiin. Coba Anda perhatikan artinya, tidak lain dari pujian kepada Allah bukan? Ya, inti shalat yang pertama adalah memuji dengan tulus. Memuja akan kebesaranNya. Bersyukur atas limpahan rahmatNya yang tak terhitung. Subhanallaah.

Memohon dengan sungguh-sungguh. Rabbighfirlii, warhamnii, wajburnii, warzuqnii, wahdinii, wa’aafinii, wa’fuanni. Dalamilah satu per satu katanya. Ya, tiap2 kalimat mencerminkan permohonan kita kepada sang Maha Kuasa. Ihdinashshiraathal mustaqiim. Ya Allah tunjukilah kami jalan yang lurus. Dan berbagai doa-doa lainnya yang terkandung dalam bacaan shalat. Memohon dengan sungguh-sungguh, inti shalat yang ke dua. Plus curhat. Maksudnya? Setiap masalah yang kita miliki hendaknya dibawa ke dalam shalat untuk mencari penyelesaian. Subhanallaah.

Berjanji dengan komitmen. Innaa shalaati wanusukii wa mahyaayaa wa mamaatii lillaahirabbil’aalaamiin. Sesungguhnya shalatku, ibadahku, hidupku dan matiku, hanya untuk Allah Tuhan semesta alam. Dua kalimat syahadat. Saya bersaksi bahwa tiada Tuhan selain Allah, dan Nabi Muhammad adalah utusan Allah. Ya, semua itu adalah janji kita. Janji kita kepadaNya. Bukan sekedar bunyi yang tercipta dari bibir kita. Berjanji dengan komitmen, itulah inti ketiga dari shalat.

Seluruh contoh di atas hanya sebagian dari bacaan shalat saja. Saya yakin Anda tahu makna dari bacaan2 lainnya, yang kesemuanya adalah bagian dari tiga inti di atas. Maka ketika kita memujiNya dalam shalat, ingatlah akan nikmatNya yang tidak terhitung. Ketika memohon, munculkanlah kebutuhan kepada Allah untuk solusi masalah yang sedang dialami. Dan ketika berjanji, tanamkanlah bahwa Allah akan menagih janji kita suatu hari nanti. Khusus untuk shalawat atas Nabi, yang notabene adalah memohon dengan sungguh-sungguh, tapi bukan untuk kita melainkan untu Nabi kita, maka hadirkanlah Nabi seolah2 beliau ikut mendengar salam kita yang pasti disampaikan oleh Allah. Munculkan rasa rindu kepada Nabi bahwa kita ingin bertemu. Subhanallaah.

Tampak sudah cukup panjang, tulisannya to be continued ya ke part II. Insya Allah jurus ke2 dan ke3 akan diceritakan di sana.

Wassalaamu’alaikum wr. wb.

Kebangkitan Ekonomi Syariah

Posted in Uncategorized at 8:07 pm by Mrs. Ghifary

Assalaamu’alaikum wr. wb.

Kajian hari ke-6 Ramadhan 1431 H – Ustadz Yuslam Fauzi

Haduh telat yah, kajian hari ke 6 baru diposting sekarang.. Ampun buu, saya beberapa terakhir malas sekali menyempatkan diri untuk menulis hasil catatan2 kajian dzhuhurnya, jadi dirapel deh semuanya.. hoho.. Oia seperti yang telah saya bilang sebelumnya, kalo weekend memang ga ada kajian, jadi ga ada tulisan ya.. hehe..

Baiklah, kajian hari ke 6 ini dibawakan oleh Dirut Bank Syariah Mandiri, Bapak Yuslam Fauzi.. Awalnya saya ga kenal beliau  sih, sampai di akhir kajian beliau baru cerita mengenai pekerjaannya.. Judul kajiannya memang “Kebangkitan Ekonomi Syariah”, tapi menurut saya kajian kali cukup erat kaitannya dengan sejarah dan peradaban Islam.

Seperti biasa saya telat dateng, karena terbiasa sholat di musholla lantai saya dulu (lt.3), baru naik ke ballroom tempat sholat berjamaah+kajian (lt.18). Ketika saya datang, layar proyektor menampilkan slide berisi grafik antara kejayaan Islam dan bangsa barat.

Pembicara mengungkapkan bahwa dalam QS Ali Imran 140, Allah mengatakan bahwa kemenangan dipergilirkan. Beliau menjelaskan bahwa seperti yang telah Allah sebut dalam surat cintaNya, masa kejayaan dan kehancuran itu dipergilirkan di antara manusia. Maksudnya, ada kalanya Islam berjaya, namun ada kalanya Islam terpuruk dan bangsa barat yang berkuasa. Kejayaan Islam dimulai dari sekitar abad 7 dan kemunduran Islam terjadi sejak abad 14.

Islam sendiri di dunia ini, menurut beliau memiliki 3 pusat utama. Pusat pertama adalah middle east, timur tengah, yang memiliki jumlah penganut sebanyak 186juta berasal dari beberapa puluh negara. Pusat kedua adalah di Afrika Utara, di mana terdapat umat muslim sebanyak 187juta yg berasal dari 6negara. Di manakah pusat ketiga? Mudah bukan menjawabnya? Yup, di Asia Tenggara, khususnya Indonesia-Malaysia, di mana Indonesia sendiri memiliki 205juta umat muslim, jika ditambah dengan tetangga2nya jumlahnya bisa mencapai 240juta. Subhanallaah.

Ada yang menarik dari pemaparan beilau. Menurut beliau, kita, Indonesia, pusat Islam yang ketiga, termasuk penganut Islam yang bisa dikatakan `masih muda`. Apa pasal? Jadi begini, tentunya kita ketahui bahwa Islam berasal dari daerah timur tengah, kawasan Arab dan sekitarnya. Sudah berabad-abad daerah tersebut mengenal Islam. Jadi daerah tersebut sudah tidak diragukan lagi kematangan keIslamannya. Kemudian daerah Afrika Utara. Menurut pemahaman beliau, pusat kedua Islam ini mengenal Islam di antara abad 12-14. Ketika itu Islam masih dalam masa jayanya, dalam fase penyebaran kekuasaan. Sedangkan kita? Ketika Islam di luar sana beliau nyatakan mulai mengalami kemunduran, Sriwijaya dan Majapahit masih menjadi kekuatan utama di Indonesia. Islam masuk dan mulai disebarluaskan di Indonesia baru pada tahun 1527, oleh Raden Patah. Yaitu 16tahun setelah Malaka jatuh ke tangan portugis, yang mana beliau anggap sebagai titik kehancuran Islam (yang sebetulnya sudah dimulai dari abad 14). Nah jadi, sementara dua pusat lainnya mengenal Islam *istilahnya* dari lahirnya Islam dan ketika Islam sedang on fire, kita justru baru mengenal Islam ketika Islam mulai hancur. Analogi beliau, layaknya sandiwara, kita baru dateng nonton setelah Islam turun panggung dan digantikan oleh lakon barat. Pusat ketiga Islam, di mana terdapat umat muslim dengan jumlah terbesar, adalah generasi termuda yang mengenal Islam.

Apa yang kemudian bisa disimpulkan? Mari kita bandingkan generasi muda dan generasi yang sudah matang. Kira2 lebih potensial yang mana? Generasi matang memang lebih dewasa dan berpengalaman, tetapi kebangkitan pada umumnya berasal dari generasi muda yang memiliki semangat dan rasa ingin tahu, bukan?

Beliau pun kemudian memaparkan contoh generasi muda Islam di Indonesia. Menurut beliau, salah satu perubahan terbaik yang pernah dilakukan adalah pada tahun 1950, dimana ketika itu Menteri pendidikan dan Menteri Agama membuat keputusan bahwa sekolah umum harus memberikan pelajaran agama, begitu pula sebaliknya sekolah agama (pesantren) harus memberikan pelajaran umum, di mana sebelumnya sekolah agama hanya mengajarkan ajaran agama dan sekolah umum hanya mengajarkan pelajaran umum. Hasilnya? Anggaplah generasi ’50, generasi dimana pertama kali diajarkan pelajaran umum bagi para santri2, maka akhir tahun 60 dan awal tahun 70 adalah masa ketika generasi ’50 mulai masuk kuliah. Pada masa2 itu kita melihat munculnya generasi2 muda cemerlang. Generasi yang memiliki latar belakang keluarga santri, namun tentunya cerdas dan berpendidikan. Sebut saja, Fahmi Idris, Zamroni BA, Mar’ie Muhammad. Mereka2 para pencetus KAMMI. Di tahun 70an pula lah, mulai terjadi gerakan masjidisasi kampus yang tak lain dipelopori  oleh mereka-mereka itu. Kemudian di tahun 80an ketika generasi ’50 mulai berkecimpung di dunia nyata, masjidisasi kantor pun mulai terasa. Termasuk pendirian ICMI, dan lain2nya. Intinya, sungguhlah pemuda Islam dapat membawa dan memberikan sesuatu bermanfaat yang nyata.

Kembali lagi ke bahasan kejayaan Islam. Saat ini menurut pembicara, adalah masa keterpurukan Islam. Lalu apakah kita mau selamanya terpuruk? Sedangkan Allah memastikan bahwa kemenangan dipergilirkan di antara manusia. Sudah waktunya Islam memiliki kembali masa jayanya. Di pusat yang mana? Kalau di timur tengah lagi, ga dipergilirkan dong namanya. Lantas di mana? Bukan tidak mungkin di pusat ketiga. Ya, kita. Di sini, di Indonesia. Generasi Islam termuda. Dan saat ini sudah bias mulai kita lihat salah satu indikasinya,tak lain adalah kebangkitan ekonomi syariah di Indonesia.

Wallaahu ‘alam bishshawaab. Catatan kajian dzhuhur saya jelas ga sepanjang ini, karena bahkan nyatetnya aja di notes hp, hehe. Insya Allah tidak dilebih2kan dari apa yang disampaikan pembicara kala itu. Walau kalimatnya tentu tidak persis sama. Yang benar datangnya dari Allah, kesalahan datangnya dari saya sendiri. Semoga bermanfaat bagi para pembaca.  🙂

Wassalaamu’alaikum wr. wb.